Sifat pemaaf
merupakan lambang kepribadian yang indah. Sebab didalam sanubari orang yang
suka memaafkan orang lain tersimpanlah keikhlasan dan kerelaan hati.
Namun harus
diakui, untuk Menjadi Pribadi Pemaaf
bukanlah hal yang mudah, sikap negatif yang menjadi lawannya yaitu Pemarah
senantiasa menghalangi terwujudnya sifat pemaaf dalam diri seseorang. Iman dan
Takwa lah yang menjadi kemudi untuk melahirkan sifat Pemaaf.
Selain itu, ada
satu hal yang harus diwaspadai, setan ikut mengambil tempat untuk melahirkan
sifat pemarah. Ketika kemarahan muncul dalam diri kita, maka nafas terasa
tersegal-segal, pikiran kacau, akal sehat hilang. Pada akhirnya jalan keluar
yang kita ambil kontra produktif dengan semangat perubahan untuk menjadi lebih
baik, yang terjadi justru rusaknya agenda yang telah kita susun sebelumnya.
Karna sifat itu, permasalahan bukannya terselesaikan satu per satu, malah
terkadang menjadi lebih buruk. Begitulah ketika amarah menguasai diri kita.
Suatu ketika,
Rasulullah berkumpul dengan sejumlah sahabatdan bersabda, “ Maukah kalian aku beritahu tentang sesuatu yang dengannya Allah
memuliakan Manusia dan menaikan derajatnya? ” serempak mereka menjawab “ Tentu wahai Rasulullah”, lalu utusan
Allah ini melanjutkan. “ Kalian bersabar
terhadap orang yang tidak mengenalmu, Kalian memaafkan orang yang pernah
menganiayamu, kalian memberikan sesuatu kepada orang yang tak pernah memberimu,
dan kalian menyambung tali silaturahim dengan orang yang telah memutuskannya
dengan mu.”
Kita sering
menemukan seseorang membalaskan rasa sakit hatinya kepada orang lain ketika ia
mempunyai kesempatan. Dalam hal ini, antara orang yang membalas dendam dan yang
menerimanya sama-sama buruk dalam pandangan ALLAH SWT. Sebaliknya, sunggu mulia
jika ada orang yang sanggup membalaskan rasa sakit hatinya namun ia
menggantinya dengan Pemberian Maaf.
Padahal pada saat itu ia mempunya kesempatan untuk membalas dendam, namun hal
itu ia hilangkan.
Simak sikap
sahabat Nabi, Abu Bakar Shiddiq.
Untuk
menghancurkan umat Nabi Muhammad, tokoh munafik Abdullah bin Ubay menyebarkan
fitnah tentang Aisyah. Ia mengatakan bahwa Aisyah telah berbuat negatif. Cepat
sekali isu itu tersebar. Sampai – sampai Abu Bakar sebagai ayah dari Aisyah
menjadi gelisah, lantaran sahabat karibnya Masthah juga ikut menyebarkan berita
tak enak tersebut. Padahal selama ini Masthah telah banyak dibantu kebutuhan
hidupnyaoleh Abu Bakar. Semula Abu Bakar ingin memutuskan tali silaturahim
dengan Masthah. Ternyata niat Abu Bakar tidak diperkenankan olleh Tuhan. Lalu
turunlah ayat yang menyatakan:
“...dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada” (Q.S An-Nur : 22)
Dengan turunnya
ayat tersebut, menjadi lembutlah hati Abu Bakar kemudaian ia memaafkan Masthah.
Dan memberi bantuan kepadanya seperti sedia kala sambil berkata “ Aku suka Allah memberikan ampunan
kepadamu”
Orang yang suka
memberikan maaf adalah orang yang didalam hidupnya selalu mendapatkan berbagai kemudahan.
Ia akan mudah bergaul denga siapa saja dan dimana saja. Orang ini ibarat
berjalan ditengah-tengah tanaman bunga yang amat indah dan menyejukan mata.
Dengan demikian ia akan merasakan langkah kaki yang ringan karna ia menganggap
orang lain tak pernah melakukan kesalahan kepadanya.
Sebaliknya,
orang yang pendendam ibarat berjalan ditengah-tengah kebun berduri. Kemanapun
ia pergi yang ia lihat adalah berbagai jenis duri yang siap menusuknya.
Akhirnya ia tak bisa bebas melangkah ke tempat yang ia inginkan, dunia yang
begitu luas ini seakan penjara sempit yang mengurung dirinya.
Memaafkan orang
yang bersalah, berarti membebaskan mereka dari dosa bersalah, sekalipun mereka
tidak memintanya. Tujuan memberi maaf orang yang bersalah, walaupun mereka tak
memintanya, ialah agar kita memperoleh perdamaian dan ingin berbuat baik dalam
bentuk membebaskan orang lain dari dosa. Itulah yang diajarkan oleh ISLAM.
Seperti yang
telah ditegaskan dalam Q.S Al-A’Raf : 199
“jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf dan
berpalinglah dari pada orang yang jahil”.